SATUAN ACARA BERMAIN
Pokok bahasan | : Terapi bermain menyusun pazel |
Sub pokok bahasan | : Terapi bermain pada anak sakit yang dirawat di rumah sakit dengan cara stimulasi motorik, kognitif dan sosial spiritual |
Waktu | : 20 menit |
Hari/tanggal | : Jumat, 03 Januari 2014 |
Tempat | : Ruang Kanthil |
Sasaran | : Anak usia praschool |
Pelaksana | : Arindra Pramuditya S.Kep |
A. Alasan dilakukan terapi bermain
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Whaley, 2001).
Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu seringkali mainannya dibongkar-pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan (Kalpan, 2000).
Anak usia preschool yang dirawat di Ruang Kanthil sebanyak 45%. Anak tersebut terlihat jenuh dan bosan. An. Z rewel apabila bertemu dengan orang baru dan petugas kesehatan. Selama dirumah sakit anak belum pernah dilakukan terapi bermain. Dapat disimpulkan bahwa anak mengalami kecemasan akibat hospitalisasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 20 menit agar dapat mencapai tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan walaupun dalam kondisi sakit.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi bermain selam 20 menit anak mampu:
a. Bersosialisasi dengan perawat baru
b. Menunjukkan ekspresi non verbal dengan tertawa, tersenyum dan saling bercanda.
C. Metode dan Media
1. Metode
a. Bermain bersama
b. Mendengarkan tanggapan anak/Tanya jawab
2. Media
a. Pazel
b. Buku dongeng
c. Hadiah
D. Kegiatan
1. Pengorganisasian
Pemimpin bermain : Arinda Pramuditya
Pemimpin bermain bertugas untuk memimpin jalannya acara terapi bermain dari awal hingga berakhirnya terapi. Pemimpin bermain juga harus membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
Fasilitator :
Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.
Observer :
Observer bertugas mengawasi dan menilai kemampuan masing-masing anak selama dilakukan terapi bermain.
2. Setting tempat (gambar / denah ruangan)
![]() |

![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
![]() | |||||||||||||||
![]() |
: Observer

: Fasilitator
![]() |
: Anak

: Leader

3. Kegiatan bermain
No | Uraian | Kegiatan perawat | Kegiatan klien |
1 2 3 | Pembukaan (5 menit) Kegiatan bermain (15 menit) Evaluasi (15 menit) | a. Salam pembukaan b. Perkenalan c. Mengkomunikasikan tujuan d. Menjelaskan aturan permainan a. Bermain perkenalan b. Meminta respon dan tanggapan anak. c. Memberikan reinfocement positif jika anak bisa mengikuti permainan a. Mengakhiri permainan b. Melakukan evaluasi | a. Memperhatikan dan merespon b. memperhatikan c. Memperhatikan d. Memperhatikan a. Menanggapi b. Menanggapi dan merespon c. Mendengarkan dan merespon a. Memperhatika b. Menanggapi |
E. Evaluasi
1. Yang dilakukan oleh Pemimpin Bermain:
Eksplorasi perasaan anak setelah mengikuti terapi bermain
2. Yang dilakukan oleh Observer:
a. Masalah yang muncul selama bermain
b. Partisipasi anak
c. Kemampuan anak dalam melaksanakan permainan
3. Yang dilakukan Fasilitator
a. Hambatan saat pelaksanaan saat proses terapi bermain
b. Kesulitan dalam mengatur anak saat proses terapi bermain
Purwokerto, 03 Januari 2014
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan
(Kris Linggardini M.Kep) (Acik Yuli Purwanti, S.Kẹp Ns.)
Lampiran materi:
TERAPI BERMAIN MENYUSUN PAZEL DENGAN
KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK
A. Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
MenurutJoyce Engel (1999), yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu.
a. Aspek fisik
b. Aspek motorik
c. Aspek bahasa
d. Aspek kognitif
e. Aspek sosialisasi
Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam proses pengembangan kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien untuk menggunakan kemampuan bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa dengan proses sosialisasi dengan orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya.
Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar maka dia sudah siap untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti bersosialisasi dengan orang lain seperti mengenalkan diri
B. Stimulasi Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun
Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-5 tahun adalah :
a. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan permainan yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.
b. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar menggambar.
c. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu separuh dengan cara membagikan kue.
d. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke tetangga (Suherman, 2000)
C. Tes Skrining Perkembangan Menurut Denver (DDST)
DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara efektif 85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan perkembangan (Soetjiningsih, 1998).
Frankenburg dkk (1981) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
D. Factor Penyebab Ketidakmampuan Menyusun Pazel
Menurut Immanuel, ketidakmampuan melakukan tugas perkembangan tertentu, seperti bergerak, tumbuh, bicara, ataupun kecakapan motorik tertentu seperti menyusun, merangkai ataupun memposisikan benda, dapat menghambat berkembangnya keterampilan berikutnya. Diwaspadai kemungkinan mengalami keterlambatan.
Factor penyebabnya yaitu:
1. Karena kurang dirangsang atau kurang latihan
Anak dengan usia 3-5 tahun perlu dilatih rangsangan motorik halus dan kasarnya dengan memberinya stimulus pendukung. Umumnya, anak usia ini berminat pada hal-hal yang berhubungan dengan sebab-akibat, sehingga ingin mencoba memadukan satu benda dengan benda lain.
2. Ada gangguan pada mata
Pandangan yang tidak jelas pada anak membuatnya enggan melakukan kegiatan yang menggunakan benda-benda kecil. Anda perlu memeriksakannya ke dokter sebelum hal ini berlangsung lama.
3. Ada gangguan pada saraf atau retardasi mental
Gangguan ini dapat diwaspadai dari kemampuan meraba. Bila Anda mendapati si kecil Anda mengalami kelainan pada keterampilan meraba, Anda perlu waspada. Segera bawa ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan.
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kegagalan berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:
a. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)
b. ]Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid, kekurangan hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
c. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
d. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh
e. Anemia atau penyakit darah lainnya
f. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi
Menurut Soetjiningsih secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan (ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal.
F. DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.
a. Separation ansiety
b. Tergantung pada orang tua
c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan
G. Manfaat Terapi Bermain
1. Terapi bermain menyusun balok dapat merangsang keterampilan proses berfikir dan motorik anak.
2. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
3. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak
4. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri
5. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
Referensi
Immanuel, R. (2006). Permainan Edukatif dalam Perkembangan Logic-Smart Anak. Terdapat pada: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01fd/325abfcd.dir/doc.pdf. Diakses pada 25 Desember 2013.
Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 2000. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku, Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna .
Veltman M,W Browne K.D. 2000. An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing from Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.
Whaley L.F, Wong D.L. 2001. Nursing Care of infants and children in-ed. St Louis : Mosby year book
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&ved=0CHUQFjAI&url=http%3A%2F%2Fforbetterhealth.files.wordpress.com%2F2009%2F02%2Fperkembangan-anak-usia-pra-sekolah.pdf&ei=Jvy7UovsK8SVtAbO-YCICQ&usg=AFQjCNHrKMqugBTx4xq4Nb2jcWTq9DN0Gw&bvm=bv.58187178,d.Yms jurnal di publikasi diakses pada tanggal 24 desember 2013 jam 16.40 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar